Model-model Pembelajaran IPS Terpadu
By Anonymous
—
Saturday, September 21, 2013
—
Ips
a. Model Integrasi Berdasarkan Topik
Dalam
pembelajaran IPS, keterpaduan dapat dilakukan berdasarkan topik yang
terkait, misalnya ‘Kegiatan Ekonomi penduduk’. Kegiatan ekonomi penduduk
dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam IPS.
Kegiatan ekonomi penduduk dapat dalam hal ini ditinjau dari persebaran
dan kondisi fisis-geografis yang tercakup dalam disiplin Geografi.
Secara
sosiologi, kegiatan ekonomi penduduk dapat mempengaruhi interaksi sosial
di masyarakat atau sebaliknya. Secara historis dari waktu ke waktu
kegiatan ekonomi penduduk selalu mengalami perubahan. Selanjutnya
penguasaan konsep tentang jenis-jenis kegiatan ekonomi sampai pada taraf
mampu menumbuhkan krteatifitas dan kemandirian dalam melakukan tindakan
ekonomi dapat dikembangkan melalui kompetensi yang berkaitan dengan
ekonomi.
b. Model Integrasi Berdasarkan Potensi Utama
Keterpaduan
IPS dapat dikembangkan melalui topik yang didasarkan pada potensi utama
yang ada di wilayah setempat; sebagai contoh, “Potensi Bali Sebagai
Daerah Tujuan Wisata”. Dalam pembelajaran yang dikembangkan dalam
Kebudayaan Bali dikaji dan ditinjau dari faktor alam, historis
kronologis dan kausalitas, serta perilaku masyarakat terhadap aturan.
Melalui kajian potensi utama yang terdapat di daerahnya, maka peserta
didik selain dapat memahami kondisi daerahnya juga sekaligus memahami
Kompetensi Dasar yang terdapat pada beberapa disiplin yang tergabung
dalam IPS .
c. Model Integrasi Berdasarkan Permasalahan
Model
pembelajaran terpadu pada IPS yang lainnya adalah berdasarkan
permasalahan yang ada, contohnya adalah “Tenaga Kerja Indonesia”. Pada
pembelajaran terpadu, Tenaga Kerja Indonesia ditinjau dari beberapa
faktor sosial yang mempengaruhinya. Di antaranya adalah faktor geografi,
ekonomi, sosiologi, dan historis.
C. PENDEKATAN YANG EFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN IPS
1. Pendekatan Kontekstual
a. Mengapa Pendekatan Kontekstual
Belajar akan lebih
bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dialaminya, bukan
sekedar “mengetahui”-nya. Pembelajaran yang berorientasi target
penguasaan materi terbukti berhasil dari kompetensi “mengingat” jangka
pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang, pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning/CTL)
adalah suatu pendekatan pengajaran yang diharapkan dapat memenuhi
harapan bahwa anak sampai pada fase mampu mengalami dan mampu menanggapi
fenomena-fenomena kotekstual dalam kehidupan sehari-harinya.
Terdapat beberapa alasan mengapa pembelajaran kontekstual dikembangkan dewasa ini:
1. Penerapan
kontek budaya dalam pengembangan silabus, penyusunan buku pedoman guru,
dan buku teks akan mendorong sebagian siswa untuk tetap tertarik dan
terlibat dalam kegiatan pendidikan.
2. Penerapan
konteks sosial dalam pembangunan silabus, penyusunan buku pedoman, dan
buku teks yang dapat meningkatkan kekuatan masyarakat memungkinkan
banyak anggota masyarakat untuk mendiskusikan berbagai isu yang dapat
berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat.
3. Penerapan
konteks personal yang dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, akan
membantu lebih banyak siswa untuk secara penuh terlibat dalam kegiatan
pendidikan dan masyarakat.
4. Penerapan
konteks ekonomi akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan
sosial politik serta dapat meningkatkan kesejahteraan sosial.
5. Penerapan konteks politik dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang berbagai isu yang dapat berpengaruh terhadap masyarakat.
6. Kontekstual
dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif
dan bermakna. Pendekatan konstektual dapat dijalankan tanpa harus
mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.
IPS merupakan ilmu yang
berangkat dari fenomena keseharian, dan tidak bisa dilepaskan dari
dinamika perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah, dinamika dan
perubahan tersebut memiliki kekhasan sesuai dengan lingkungan masyarakat
berada. Oleh karenanya, pembelajaran IPS bagi anak menjadi keniscayaan
untuk selalu dihubungkan dengan konteksnya, sehingga apa yang diperoleh
anak tidak hanya berada dalam wilayah kognisi, melainkan sampai kepada
tataran dunia nyata yang ia jalani sehari-hari. Apa yang ia dapatkan di
sekolah merupakan apa yang ia jalani dan butuhkan dalam kehidupan
sehari-hari. Jika tidak demikian, maka apa yang diperolehnya di sekolah
hanya akan menjadi barang kadaluarsa yang tidak bernilai guna.